22 November 2021
Jelang Hari Guru 25 November 2021, Cetta Satkaara bekerja sama dengan Rumah Guru BK (RGBK) menggelar webinar nasional guru tingkat SD-SMA yang digelar pada 20-21 November 2021 diikuti 674 guru terpilih.
Webinar hari pertama Sabtu, 20 November 2021 mengangkat tema "Basic Counseling Skills (BCS): Mengatasi Kecemasan Murid di Awal Pembelajaran Tatap Muka (PTM)" diikuti 286 guru terpilih.
Narasumber yang dihadirkan adalah Nanda Rossalia (Kepala Bagian Psikologi Klinis Universitas Katholik Atma Jaya) dan Ana Susanti (Psikolog, Founder RGBK dan Widyaiswara PPPPTK Penjas dan BK Kemendikbud Ristek).
Tema Basic Counseling Skill dipilih berdasarkan polling nasional yang dilakukan pada November 2021 kepada 106 guru tingkat SD hingga SMA dari 20 provinsi.
Polling mengangkat seputar permasalahan yang sering mereka temui dalam kegiatan belajar mengajar (KBM) sehari-hari, khususnya selama peralihan dari Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) ke PTM.
Meredanya kasus Covid-19 membuat banyak sekolah kembali menjalankan PTM, setelah lebih dari setahun lamanya PJJ diberlakukan untuk mencegah penyebaran Covid-19.
Berdasar fakta di lapangan, PJJ ternyata menimbulkan berbagi permasalahan, mulai dari kejenuhan hingga tekanan yang memicu stres pada murid.
Kondisi kecemasan akademik ini bila berlangsung terus menerus akan berdampak buruk pada psikologi murid bahkan mengakibatkan learning loss saat PTM dimulai. Hal ini tentunya perlu mendapat perhatian khusus dari tenaga pendidik.
Co-Founder dan Senior Advisor PT Cetta Satkaara, Ruth Andriani menuturkan, Program Webinar Satkaara Berbagi kepada guru diselenggarakan sebagai wujud nyata komitmen dan kepedulian Satkaara terhadap pendidikan di Indonesia.
“Satkaara Berbagi lahir berlandaskan core value dari Satkaara yaitu care and respect. Salah satu ranah yang disasar adalah pendidikan di Indonesia," jelas Ruth.
"Melalui rangkaian program webinar Satkaara Berbagi, kami berupaya memberi solusi kepada para guru terhadap permasalahan KBM terutama yang timbul jelang PTM dengan menghadirkan pakar yang kompeten di bidangnya,” ujar Ruth.
Guru dampingi siswa atasi kecemasan
Berdasarkan survei yang dilakukan Gerakan Sekolah Menyenangkan, 70persen murid yang menjalani PJJ mengalami emosi negatif. Banyaknya tugas yang diberikan tidak sebanding dengan waktu pengerjaannya adalah salah satu pemicu kecemasan pada murid.
Hal tersebut dapat memberikan dampak negatif ketika mereka memulai transisi kembali ke sistem PTM.
Selain itu, emosi negatif ini juga mempengaruhi keseimbangan mental pelajar. Oleh karena itu, peran tenaga pendidik menjadi sangat krusial dalam mengatasi kecemasan siswa dan mendampingi para siswa untuk kembali beradaptasi dengan sistem PTM.
Bukan hanya murid, emosi negatif akibat PJJ juga dapat dialami oleh para guru. Selama PJJ, guru diharuskan memanfaatkan perangkat elektronik sebagai media pembelajaran.
Dalam prakteknya tidak jarang mereka pun mengalami kesulitan dalam mengoperasikan perangkat elektronik tersebut. Belum lagi jaringan internet yang tidak stabil kerapkali menjadi kendala dalam penyampaian materi.
Hal ini tentu saja mengakibatkan penurunan motivasi mengajar sekaligus masalah kecemasan pada guru.
Menurut Nanda, kesuksesan pembelajaran daring sangat tergantung dari kesiapan penyelanggara, baik sekolah, guru, orangtua dan terutama murid itu sendiri.
Selama ini yang terjadi, di awal PTM guru dan sekolah cenderung fokus mengejar materi-materi yang tertinggal selama PJJ. Padahal yang jauh lebih penting adalah kondisi emosional dan psikologikal murid.
“Kecemasan akademik siswa perlu diatasi dengan peran sinergis dari banyak pihak, tidak hanya dari murid itu sendiri. Guru tentunya memiliki porsi yang signifikan dalam membantu murid mengatasi kecemasannya," ujar Nanda.
"Para guru harus sigap melihat gejala gejala emosi negatif dengan melakukan konseling secara efektif. Jadi lihat dan tes dahulu bagaimana kondisi murid-muridnya,” terangnya.
Sumber : Kompas.com